20 September 2016
Jalan Tunjungan sedini pagi sudah padat dengan pelajar, angkatan militer, orang-orang pemerintahan, hingga masyarakat sipil. Tepat di tanggal 19 September 2016, Surabaya memperingati terjadinya Insiden Bendera—perobekan Bendera Belanda (Merah, Putih, Biru), dimana 71 tahun yang lalu terjadi di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit). Selain upacara, seluruh peserta juga dapat menyaksikan rekonstruksi ulang perobekan bendera. Teatrikal ini dimainkan oleh Surabaya Juang yang terdiri dari komunitas Roode Brug Surabaya (Komunitas Pecinta Sejarah), Komunitas Pegiat Kebangsaan (KPK), dan komunitas teater-teater kampus di Surabaya. Acara yang digelar tepat di depan Hotel Majapahit ini dimulai sekitar jam 8 pagi dan diikuti oleh sekitar 2000 pelajar, 200 veteran, serta 110 anak-anak teater, dan tentunya awak media.
Bicara soal teatrikal rekonstruksi Insiden Bendera, Heri Prasetyo atau yang biasa disapa Heri Lento menyebutkan bahwa butuh waktu sekitar 2 bulan untuk mempersiapkan pementasan ini. “Pertama kami membuat naskah dulu. Setelah jadi kami siarkan ke teman-teman pemain. Namun sebelumnya kami sudah melakukan casting, sehingga pemain sudah kumpul dan siap latihan,” ujarnya yang merupakan Sutradara Teatrikal Perobekan Bendera Merah Putih Biru.
Peringatan Insiden Bendera sudah kali kedua dilaksanakan pada 19 September, dimana ketika merunut sejarah memang jatuh pada tanggal tersebut. Namun disisi lain, masyarakat Surabaya kurang familiar dan merasa tepat di tanggal 10 November lah peristiwa itu terjadi. “Jadi peristiwa sejarah di Surabaya, banyak orang melihat 10 November itu adalah puncaknya. Justru, hari ini (baca: 19 September) adalah titik awalnya. Masyarakat Surabaya marah masih ada Bendera Merah Putih Biru yang berkibar, sedangkan per tanggal 1 September sudah ada keputusan dari Presiden Soekarno untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di Indonesia,” tutur Heri Lento panjang lebar. Ia juga bercerita mengenai runtutan sejarah perlawanan di Kota Surabaya. Setelah 19 September, ternyata arek-arek Suroboyo masih bergejolak. Tepat tanggal 22 Oktober, di Surabaya terjadi peristiwa yang namanya Resolusi Jihad, melibatkan perjuangan para santri. Dilanjutkan pada 27-30 Oktober ialah perang pertama kali di Surabaya, dimana Sekutu akhirnya kalah. “Saya pernah di datangi wartawan dari London, karena dia menemukan di museumnya Sekutu hanya pernah mengibarkan bendera putih sekali dan itu di Surabaya,” kenang Heri. Setelah banyak genjatan senjata yang terjadi, barulah 10 November terjadi peristiwa Pertempuran Surabaya.
Adanya acara seperti rekonstruksi Perobekan Bendera Merah Putih Biru, untuk mengenang kembali jasa-jasa pahlawan, juga diharapkan dapat membawa edukasi baru, tidak hanya untuk para pelajar melainkan juga untuk seluruh lapisan masyarakat untuk selalu mengingat sejarah. Seperti kata Sang Proklamator, Ir. Soekarno, “JAS MERAH” – Jangan Sekali-Kali Meninggalkan Sejarah!!
Teks & foto : Virgina Sanni