L'Oreal Paris Women of Worth : Perempuan Kini, Perempuan Banyak Peran

16 June 2015

Sebuah idiom yang mengatakan perempuan itu tugasnya hanya 3, macak-masak-manak, dan tempatnya juga hanya berkutat di sumur-dapur-kasur, ditepis oleh campaign yang digagas L’oreal Paris sebagai produk kebutuhan perempuan. Dengan semangat because we were worth it, L’oreal Paris mengusung kampanye global Women of Worth yang diselenggarakan di berbagai negara. Salah satunya Indonesia.

Seiring dengan perkembangan jaman dan social pressure, L’oreal Paris melihat adanya perubahan paradigma tentang peran perempuan. Jika sebelumnya perempuan akan melewati fase mulai dari dilahirkan, tumbuh, sekolah, menikah, berkeluarga, hingga menjadi seorang ibu, maka sekarang ini peran perempuan akan jadi lebih dari itu. Perempuan berhak untuk berteman dengan siapa saja, mengaktualisasi diri dengan bekerja, berkecimpung di gerakan-gerakan sosial sesuai minat mereka, mengembangkan hobi yang disuka, sehingga perempuan kini punya banyak peran –multirole.

Namun sayangnya di Indonesia sendiri masih kurang adanya penghargaan untuk para perempuan yang sudah berbuat banyak di kehidupannya. Sehingga melalui kampanye Women of Worth ini, L’oreal Paris menjadikannya sebuah program penganugerahan untuk para perempuan.

“Di Indonesia sendiri, Women of Worth memang baru yang pertama kalinya tahun ini. Ini adalah program sebagai bentuk apresiasi kita terhadap perempuan Indonesia, karena kita tahu perempuan Indonesia pantas mendapatkan yang terbaik,” tutur Yosephine Widowati, selaku Product Manager L’oreal Paris Haircare.

Maka melalui program Women of Worth ini L’oreal Paris mengajak setiap orang, tak terbatas jenis kelamin, untuk menominasikan siapa sosok perempuan yang dianggap telah memberikan inspirasi dalam hidup. Perempuan dengan usia 21 hingga 60 tahun yang telah dinominasikan, nantinya akan diseleksi menjadi 20 kandidat top twenty dan akan terus diproses hingga keluar 3 nama yang akan diberi penghargaan di awarding night pada 9 Desember 2014 mendatang.

Untuk menuju malam penganugerahan, L’oreal Paris telah melakukan roadshow di berbagai kota di Indonesia dalam rangka menjaring sosok perempuan yang akan dinominasikan. Salah satunya adalah Surabaya yang sudah digelar pada 27-28 Oktober 2014. Dengan dibalut konsep sharing moment, roadshow Women of Worthdi Surabaya menghadirkan Dewi “dee” Lestari sebagai figur Women of Worth.

“Dewi “dee” Lestari ini sebagai contoh dari Women of Worth. Dia seorang ibu, dulunya penyanyi, penulis buku yang sukses bahkan sekarang bukunya itu banyak yang difilmkan. Kemudian juga menghadirkan Ibu Windy, di mana beliau ini adalah narasumber expert yang sukses di bidang cakepreneur. Keduanya akan sharing pengalaman mereka untuk empowering. Agar perempuan Indonesia termotivasi untuk menjadi yang lebih,” lanjut Yosephine Widowati.

Selama dua hari diadakan di Surabaya, di mana hari pertama pada 27 Oktober 2014 terselenggara di Center Stage Surabaya dan hari kedua pada 28 Oktober 2014 di Gedangan, Sidoarjo, rangkaian acara Women of Worth oleh L’oreal Paris ini menyedot banyak massa. Para perempuan dari segala usia, pekerjaan, dan latar belakang menunjukkan antusiasmenya untuk mendengarkan dan mengungkapkan pengalaman mereka selama menjadi perempuan dengan banyak peran.

Menulis itu seperti otot

Setiap dari kita punya waktu yang sama. 24 jam dalam sehari. Yang harus dilakukan bukan bagaimana membagi waktu tapi bagaimana memanage prioritas.

Kalimat di atas adalah parafrase yang diucapkan Dewi “dee” Lestari dalam roadshow Women of Worth pada 27 Oktober 2014 di Center Stage Surabaya ini cukup menyihir seluruh peserta seminar siang itu. Dewi “dee” Lestari memang punya daya tarik tersendiri untuk para peserta seminar agar tetap duduk manis dan mendengarkan setiap kata yang diungkapkan. Dengan pakaian serba putih, aura Dewi “dee” Lestari yang biasa dijuluki sebagai ibu suri semakin terpancar kuat. Dia dengan gamblang membagi pengalamannya sebagai seorang ibu dan seorang penulis.

“Bagaimana pun keluarga adalah prioritas saya. Sebenarnya tidak ada masalah dengan waktu. Kita semua pasti bisa melaksanakan setiap aktivitas kita yang harus dikerjakan. Tapi dengan syarat ingat prioritas,” ungkap Dewi “dee” Lestari.

Selain memotivasi para peserta seminar dengan meyakinkan bahwa perempuan memang harus pandai untuk menempatkan diri, Dewi “dee” Lestari juga tidak menolak bahwa perempuan butuh waktu untuk memanjakan diri sendiri –me time. Bagi Dewi “dee” Lestari dia bersyukur karena mempunyai hobi yang sekaligus jadi profesi. Sehingga dalam menjalaninya tidak ada beban yang berarti.

Menjadi seorang penulis memang bukan perkara mudah. Butuh konsistensi untuk bisa menyelesaikan tulisan yang sudah dimulai. Seusai acara, Dewi “dee” Lestari sempat bercerita bahwa menulis itu seperti otot. Tentunya kita tidak akan kuat untuk mengangkat barbel dengan beban 50 kg jika barbel dengan beban 1 kg saja belum pernah dicoba. Maka menjadi penulis memang tidak bisa instan, butuh proses. Sehingga fase “berhenti di tengah proses pembuatan karya” adalah fase yang memang wajar untuk dilewati.

“Kalau sudah nulis terus nggak selesai ya coba lagi,  nulis lagi nulis lagi sampai selesai. Bagaimana pun itu fase. Saya sendiri pun juga begitu waktu menulis Supernova. Sebelumnya saya sudah menulis entah berapa banyak dan nggak selesai. Tapi saya nulis lagi coba lagi, sampai akhirnya selesai dan merasa oh ini rasanya punya tulisan yang selesai,” lanjutnya.

Bagi Dewi “dee” Lestari menyelesaikan tulisan yang sudah dimulai menjadi sebuah kebanggaan dan kelegaan. Namun akan lebih menjadi sebuah penghargaan, jika tulisan yang dibuat mampu menginspirasi pembaca. (ist)

 

Teks : Isti Salamah

Foto : Diah Ayu Ekasari